Masa remaja adalah salah satu bagian kehidupan yang penuh warna. Setelah lulus SMA pada tahun 1995, aku memutuskan untuk mengisi liburan dengan mengunjungi pamanku yang tinggal di Riau. Perjalanan lintas Jawa-Sumatra itu menjadi momen yang tak terlupakan, bukan hanya karena keindahan alam yang kulalui, tetapi juga karena aku bertemu dengan seorang pemuda yang mengubah hidupku.
Aku masih ingat suasana terminal yang riuh dengan suara orang-orang yang bergegas menaiki bus dan deru kendaraan yang silih berganti. Aku naik bus malam yang akan membawaku ke Riau. Di dalam bus, aku memilih duduk di dekat jendela, menikmati pemandangan lampu-lampu kota yang perlahan memudar seiring perjalanan memasuki daerah pedesaan. Tak lama, seorang pemuda mendekati kursiku.
“Permisi, bolehkah saya duduk di sini?” tanyanya dengan senyum ramah. Aku mengangguk, dan ia pun duduk di sampingku. Perkenalan singkat mengungkapkan bahwa namanya adalah dia. Ia tinggal di Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan minyak dan gas di Dumai. Dengan wajah yang hangat dan sikap yang sopan, ia segera membuatku merasa nyaman.
Selama dua hari perjalanan itu, kami banyak berbincang. Topik pembicaraan kami beragam, mulai dari keluarga, hobi, hingga impian masa depan. Aku terkesan dengan pemikirannya yang dewasa dan cara ia menghormati setiap pendapatku. Di sela-sela percakapan, tawa sering kali mewarnai suasana, membuat perjalanan yang panjang terasa begitu singkat.
Ketika kami tiba di Dumai, tiba saatnya untuk berpisah. dia harus melanjutkan ke tempat kerjanya, sementara aku melanjutkan perjalanan ke rumah pamanku di Riau. Sebelum berpisah, ia memberikan secarik kertas kecil berisi alamatnya di Jakarta.
“Kita bisa saling berkirim surat, kalau kamu mau,” katanya sambil tersenyum. Aku menyimpan kertas itu dengan hati-hati, berharap bahwa pertemuan ini tidak akan menjadi yang terakhir.
Setelah liburan usai, aku kembali ke rumah dan melanjutkan kuliah. Namun, bayangan dia selalu hadir dalam pikiranku. Aku memutuskan untuk menulis surat kepadanya, menceritakan tentang kegiatan sehari-hariku dan mengingatkan kembali momen-momen perjalanan kami. Tak lama, balasan darinya tiba, dan sejak itu kami mulai rutin bertukar surat setiap minggu.
Isi surat-surat kami begitu beragam. dia sering menceritakan pengalamannya bekerja di industri minyak dan gas, yang membuatku semakin kagum padanya. Ia juga selalu memberikan dukungan atas studiku, menyemangatiku untuk mengejar impian dan tetap fokus pada tujuan. Di sisi lain, aku berbagi tentang kehidupan di kampung halaman, tentang teman-teman, dan tentang mimpi-mimpi yang ingin kucapai. Meski kami tinggal berjauhan, surat-surat itu membuat kami merasa dekat.
Setelah enam bulan bertukar surat, sebuah kejutan datang. Dalam salah satu suratnya, dia menyatakan perasaannya padaku. Ia mengaku bahwa sejak pertemuan kami di bus, ia merasa ada sesuatu yang istimewa. Rasa kagum dan kenyamanan yang muncul selama perjalanan itu berubah menjadi perasaan yang lebih dalam seiring berjalannya waktu. Surat itu begitu jujur dan tulus, membuat hatiku berdebar saat membacanya.
Aku membutuhkan waktu untuk merespons surat itu. Meski aku juga merasakan hal yang sama, aku khawatir akan jarak dan perbedaan dunia kami. Namun, dukungannya yang tak henti-hentinya memberiku keyakinan. Aku akhirnya menulis surat balasan, mengungkapkan bahwa aku juga memiliki perasaan yang sama. Sejak saat itu, hubungan kami menjadi lebih dekat. Kami saling berbagi mimpi dan rencana masa depan, meskipun realitas jarak membuat segalanya terasa menantang.
Namun, memasuki tahun kedua, sesuatu yang tak terduga terjadi. Surat-surat dari dia tiba-tiba berhenti. Tidak ada kabar, tidak ada penjelasan. Aku mencoba menulis beberapa kali, tetapi tak ada balasan. Kegelisahan mulai menghantui pikiranku. Apa yang terjadi padanya? Apakah ia baik-baik saja? Pertanyaan-pertanyaan itu terus bergelayut tanpa jawaban.
Hari-hari berlalu menjadi bulan, dan bulan berganti tahun. Aku masih menyimpan semua surat darinya, membacanya berulang kali, berharap bisa menemukan petunjuk. Namun, kenyataan bahwa ia menghilang tanpa jejak membuat hatiku hancur. Meski begitu, aku tetap menyimpan kenangan tentangnya di sudut hatiku.
Masa remaja memang penuh dengan kejutan. Pertemuan singkat dengan dia mengajarkanku tentang arti kehangatan dan kedekatan meskipun jarak memisahkan. Meski akhirnya ia menghilang dari hidupku, aku selalu mengenangnya sebagai bagian dari perjalanan hidup yang berharga. Cerita tentang kami mungkin tak berakhir bahagia, tetapi tetap menjadi kenangan indah.
terima kasih telah menjadi bagian dari perjalanan hidupku
0 Komentar