Malam turun pelan-pelan, seperti selimut tipis yang menenangkan. Di dalam kamar yang remang, hanya ada aku dan sehelai sajadah yang terhampar. Tak ada suara, kecuali detak jam di dinding dan bisik angin dari jendela yang terbuka sedikit.
Aku duduk diam. Kedua tangan menangkup di depan dada. Air mata sudah lebih dulu jatuh bahkan sebelum bibir ini sempat berkata apa-apa.
"Ya Allah..." bisikku lirih, nyaris tanpa suara.
Aku lelah. Bukan karena pekerjaan atau dunia luar, tapi karena pertempuran batin yang terus terjadi dalam diam. Ada kalanya aku merasa kuat, seolah tak ada apa pun yang bisa menjatuhkanku. Tapi malam-malam seperti ini... aku tahu betul, aku hanya manusia biasa yang sedang berusaha bertahan.
Aku yakin Engkau tahu segalanya, bahkan sebelum aku sempat mengatakannya. Tapi tetap saja, aku ingin bercerita pada-Mu. Ingin mengadu seperti anak kecil yang tak tahu harus bagaimana. Karena hanya Engkau yang tak pernah pergi, bahkan saat aku memilih untuk menjauh.
"Peluk aku, ya Allah…"
Kalimat itu keluar begitu saja. Ada sesak yang menggantung di dada, seperti ada rindu yang menumpuk tapi tak tahu kepada siapa harus ditujukan selain pada-Mu.
Aku merasa sendiri. Bukan karena tak ada orang di sekelilingku, tapi karena tak ada satu pun yang benar-benar mengerti isi hati ini. Kadang aku takut dengan kesendirian, tapi kadang juga aku merasa itu satu-satunya ruang aman di mana aku bisa benar-benar jujur.
Aku tahu Engkau tak pernah tidur. Tak pernah lalai. Maka saat semua pintu tertutup, aku datang mengetuk pintu-Mu. Penuh harap, meski dengan tangan kosong.
"Bimbing aku…"
Aku tidak tahu harus ke mana, apa yang harus aku pilih, siapa yang bisa aku percaya. Tapi aku percaya pada satu hal Engkau tidak akan meninggalkanku sendirian di tengah jalan.
Jika ini bagian dari perjalanan hidup yang Kau pilihkan untukku, maka kuatkan aku. Ajari aku untuk menerima, untuk tenang, untuk tidak selalu mengukur segalanya dengan logika. Kadang, aku hanya perlu percaya.
Aku tak butuh semua jawaban malam ini, aku hanya ingin tahu bahwa Engkau ada… mendengar… dan menggenggam tanganku erat-erat.
Dan dalam hening itu, aku merasa mendengar, jawaban yang menenangkan
Bahwa aku tidak benar-benar sendiri. Bahwa pelukan-Nya tak selalu berupa sentuhan, tapi bisa hadir lewat kekuatan yang tiba-tiba datang entah dari mana.
Malam terus bergulir. Air mata mulai kering. Tapi hatiku terasa hangat.
Sunyi ini tak lagi menakutkan.
.jpg)
0 Komentar