Di sudut kafe saat hujan turun,
aku duduk memeluk diam yang lama,
kau datang, tanpa kata, tanpa tanda,
kau datang, tanpa kata, tanpa tanda,
hanya tatapan yang bicara.
Tak perlu nama untuk kuingat,
wajahmu tertinggal di jejak waktu,
kita bicara lewat sunyi yang nyaman,
seakan semesta tak perlu restu.
Aku mengenalmu dari keheningan,
dari rindu yang tak pernah kutuntut,
dari luka yang kupeluk sendiri,
dengan genggam yang tak pernah kudapat.
Kau tanyakan, apakah aku bahagia?
Aku jawab dengan senyum yang ragu,
kau tahu, dan aku tahu,
kita pernah saling mencintai... dalam bisu.
Satu cangkir kopi, satu percakapan terakhir,
kau beri sepucuk surat dari masa lalu,
kata-katamu seperti pelukan yang tertunda,
aku membacanya... dan melepaskanmu.
Kini aku tahu, ada cinta yang tidak harus memiliki,
ada pertemuan yang cukup untuk mengobati,
dan ada perpisahan yang tak perlu luka,
karena ia datang... dalam diam yang hangat

0 Komentar