My Stories : Menyekolahkan Anak di Islamic Girl Boarding School Darul Marhamah

 

Mengirim anak ke sekolah yang tepat adalah salah satu keputusan paling penting yang harus diambil orang tua. Bagi saya, keputusan ini membawa saya dan putri saya ke Islamic Girls Boarding School (IGBS) Darul Marhamah, sebuah pesantren khusus putri yang didirikan pada tahun 1994 dan berlokasi di Cileungsi, Bogor. Dengan visi "Terwujudnya Pribadi Sholihah, Berwawasan Global yang Cerdas, Kreatif, dan Mandiri," Darul Marhamah menawarkan pendidikan berbasis Islam yang mendalam sekaligus mengembangkan wawasan global bagi para siswinya. Sekolah ini dikenal dengan kurikulum berbasis Islam yang kuat serta lingkungan yang mendukung pembentukan karakter dan kedisiplinan. Sejak awal, saya melihat sekolah ini sebagai tempat yang ideal untuk membantu putri saya tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, tangguh, dan berakhlak mulia. Namun, seperti halnya setiap keputusan besar, pengalaman ini memiliki sisi positif dan negatif yang patut direnungkan.

Pertimbangan Memilih IGBS Darul Marhamah

Salah satu alasan utama saya memilih IGBS Darul Marhamah adalah karena situasi pribadi saya sebagai orang tua tunggal. Dengan pekerjaan yang sering mengharuskan saya dinas keluar kota, saya membutuhkan tempat yang dapat memberikan pendidikan terbaik sekaligus memastikan putri saya berada dalam lingkungan yang aman dan terawasi. Boarding school seperti Darul Marhamah menjadi pilihan terbaik. Selain itu, saya percaya bahwa pendidikan berbasis Islam di sekolah ini akan membantu membentuk kepribadian putri saya sesuai dengan nilai-nilai agama yang kami junjung tinggi.

Kesan Awal dan Harapan

Ketika pertama kali mengunjungi Darul Marhamah, saya sangat terkesan dengan suasana yang penuh kedamaian. Lingkungan sekolah yang asri, gedung-gedung yang bersih, dan siswa-siswa yang terlihat disiplin membuat saya yakin bahwa tempat ini adalah pilihan yang tepat. Selain itu, program-program yang ditawarkan sangat menarik. Ada kombinasi pendidikan agama yang mendalam, seperti tahfiz Al-Qur'an dan pembelajaran fiqih, serta kurikulum akademik yang kompetitif. Saya berharap putri saya tidak hanya mendapatkan pendidikan yang baik tetapi juga belajar untuk mandiri dan mengembangkan kepribadiannya.

Namun, tak bisa dipungkiri, ada kekhawatiran yang muncul. Bagaimana jika putri saya kesulitan beradaptasi? Bagaimana jika ia merasa kesepian atau menghadapi masalah di lingkungan barunya? Kekhawatiran ini adalah hal yang wajar bagi setiap orang tua, tetapi saya memutuskan untuk memberikan kepercayaan penuh kepada pihak sekolah dan kepada putri saya sendiri.

Sisi Positif: Pembentukan Karakter dan Kemandirian

Setelah beberapa bulan, saya mulai melihat perubahan pada putri saya. Salah satu hal yang paling menonjol adalah kemandiriannya yang semakin kuat. Di boarding school, ia belajar untuk mengatur jadwalnya sendiri, mulai dari bangun pagi, mengikuti kelas, hingga menyelesaikan tugas-tugasnya. Kebiasaan ini sangat membantu dalam membentuk kedisiplinan yang saya rasa akan menjadi modal penting bagi masa depannya.

Selain itu, program keagamaan di Darul Marhamah memberikan dampak positif yang besar. Putri saya semakin rajin dalam beribadah dan menunjukkan pemahaman yang lebih mendalam tentang ajaran Islam. Ia juga belajar untuk menghargai perbedaan dan menjalin persahabatan dengan teman-temannya dari berbagai latar belakang. Nilai-nilai ini adalah sesuatu yang sulit didapatkan jika ia bersekolah di lingkungan yang tidak mendukung pendidikan berbasis agama.

Saya juga mengapresiasi bagaimana pihak sekolah berusaha menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi para siswa. Ada pengawasan yang ketat dari para guru, sehingga anak-anak tidak merasa terlalu bebas tetapi tetap memiliki ruang untuk tumbuh dan berkembang. Program-program ekstrakurikuler, seperti seni, olahraga, dan debat, memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan bakat mereka di luar kelas.

Sisi Negatif: Tantangan Sosial dan Bullying

Namun, tidak semua berjalan mulus. Salah satu pengalaman paling menyakitkan yang saya hadapi adalah ketika putri saya menjadi korban bullying. Kejadian ini terjadi di tahun kedua masa sekolahnya. Awalnya, saya tidak menyadari ada sesuatu yang salah. Putri saya jarang mengeluh, tetapi saya mulai memperhatikan perubahan perilakunya. Ia menjadi lebih pendiam, saat jadwal telpon selalu menangis di telepon, ingi saya mengunjungi setiap minggu dengan alas an ingin cerita dan kehilangan semangat.

Setelah saya mendesaknya untuk bercerita, ia akhirnya mengungkapkan bahwa beberapa teman sekelasnya sering mengejeknya. Mereka mengomentari penampilannya, cara bicaranya, dan bahkan membuatnya merasa tidak diterima di kelompok mereka. Sebagai seorang ibu, hati saya hancur mendengar cerita ini. Saya merasa marah, sedih, dan bingung harus berbuat apa.

Saya segera mengambil tindakan dengan menghubungi pihak sekolah. Saya mengapresiasi bagaimana mereka merespons laporan saya. Guru wali kamar segera mengadakan pertemuan untuk membahas masalah ini. Mereka juga mengadakan sesi konseling bagi putri saya dan para pelaku bullying.  Tetapi hal ini tidak menyelesaikan masalah justru putri saya semakin di bully dan dijauhi. Dianggap “Cepuu” istilah anak sekarang. Jujur saya agak kecewa atas , tanggapan pihak yayasan terhadap masalah ini terasa kurang memadai. Sering kali, konflik tidak diselesaikan sampai tuntas, dan korban justru dianggap tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan pondok. Hal ini membuat saya merasa bahwa pendekatan mereka terhadap masalah bullying perlu ditinjau ulang.

Mengahadapi hal ini buat saya pribadi sangat menguras tenaga, materi, pikiran dan emosi, bagaimana hancurnya perasaan saya setiap telpon dan putri saya selalu menangis. Minta saya mengunjungi. Butuh effort yang sangat tinggi kesabaran yang luar biasa meyakinkan putri saya untuk tetap bertahan. Saya luangkan waktu dan memaksakan diri setiap minggu mengunjunginya meskipun aturan dari Yayasan jadwal kunjungan hanya satu bulan sekali.

Kurangnya penyelesaian yang komprehensif menyebabkan korban merasa terisolasi dan tidak mendapatkan dukungan yang seharusnya. Ini menjadi perhatian besar bagi saya sebagai orang tua. Anak-anak yang menjadi korban bullying membutuhkan pendekatan yang penuh empati, serta intervensi yang memastikan mereka merasa aman dan dihargai.

Pelajaran dan Refleksi

Pengalaman ini memberi saya banyak pelajaran. Pertama, penting bagi orang tua untuk selalu peka terhadap perubahan pada anak. Terkadang, anak-anak tidak akan langsung berbicara tentang masalah mereka, jadi kita harus menjadi pendengar yang baik dan menciptakan ruang di mana mereka merasa aman untuk bercerita.

Kedua, komunikasi dengan pihak sekolah adalah kunci. Saya menyadari bahwa tidak ada sistem yang sempurna, tetapi ketika orang tua dan sekolah bekerja sama, banyak masalah yang bisa diselesaikan. Dalam kasus putri saya, pihak sekolah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menangani masalah bullying, termasuk meningkatkan pengawasan dan mengadakan program pendidikan karakter yang lebih intensif. Namun, saya berharap pihak yayasan dapat memperbaiki cara mereka menangani kasus seperti ini agar setiap anak merasa didukung dan diberdayakan.

Ketiga, saya belajar bahwa pengalaman sulit seperti ini bisa menjadi peluang untuk mengajarkan anak tentang ketangguhan. Saya berbicara dengan putri saya tentang pentingnya tidak membiarkan orang lain mendefinisikan dirinya. Saya juga mendorongnya untuk mencari dukungan dari teman-teman yang positif dan membangun hubungan yang sehat.

Harapan ke Depan 

Meski ada tantangan, saya tidak menyesali keputusan untuk menyekolahkan putri saya di Darul Marhamah. Saya melihat banyak hal positif yang ia dapatkan, dan saya percaya bahwa pengalaman ini akan menjadi bagian dari perjalanan hidupnya yang berharga. Meskipun ia mengalami masa sulit karena bullying, alhamdulillah, putri saya berhasil menyelesaikan sekolah dengan baik dan bahkan mampu menghafal 6 juz Al-Qur'an. Ini adalah pencapaian yang luar biasa dan menjadi bukti ketangguhannya dalam menghadapi segala rintangan.

Sebagai orang tua, saya juga berkomitmen untuk terus mendampingi putri saya. Saya ingin memastikan bahwa ia merasa didukung dan dicintai, tidak peduli apa yang terjadi di luar rumah. Saya percaya bahwa dengan dukungan keluarga dan lingkungan yang baik, ia akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan penuh percaya diri.

Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa tidak ada perjalanan yang sempurna dalam membesarkan anak. Ada saat-saat penuh kebahagiaan, tetapi ada juga tantangan yang harus dihadapi. Yang terpenting adalah bagaimana kita sebagai orang tua bisa terus belajar, beradaptasi, dan memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita. Saya percaya bahwa bersama-sama, saya dan putri saya bisa melewati segala rintangan dan menjadikannya sebagai pelajaran berharga untuk masa depan.


  "Hidup itu singkat, kesempatan tak datang setiap saat, pengalaman guru terbaik, dan bersikap adil itu sangat sulit." -Hippocrates





Posting Komentar

0 Komentar