Akhir tahun selalu membawa suasana yang berbeda bagi banyak orang. Ada yang merayakannya dengan penuh gegap gempita, kembang api menyala menghiasi langit malam, dan tawa yang menggema di antara keramaian. Namun, bagiku, setiap akhir tahun adalah momen penuh kecemasan yang tak dapat dijelaskan. Bukan karena aku membenci pergantian waktu atau tahun baru itu sendiri, tapi lebih pada rasa takut menghadapi apa yang ada di depan.
Sebegitu traumakah aku dengan akhir dan awal tahun? Dalam benakku, pelajaran demi pelajaran mengisi hari-hariku yang kadang membuatku terasa berhenti bernapas. Ada rasa lelah yang menggerogoti jiwa, membuatku bertanya-tanya kapan semua ini akan berakhir.
Malam ini, aku duduk di pojok kamar dengan lampu temaram. Ponselku terus berbunyi, pesan ucapan "Selamat Tahun Baru" mulai membanjiri layar. Aku hanya menatapnya sesaat lalu meletakkannya kembali. Rasanya berat untuk membalas ucapan "Selamat Tahun Baru" karena buat aku ini artinya sebuah babak baru dalam perjalanan hidupku akan dimulai dan aku tidak tahu akankan kedepan akan baik-baik atau kah seperti sebelumnya penuh dengan gejolak yang menguras energi, pikiran dan emosi. Aku tidak dapat bersikap seolah semua baik-baik saja. Padahal, jauh di dalam hati, aku merasa hampa, takut, khawatir, cemas dan sedih.
Tahun yang akan berlalu ini bukanlah tahun yang mudah. Setiap harinya terasa seperti ujian baru yang harus kulewati dengan susah payah. Ada hari-hari di mana aku merasa begitu kecil di hadapan dunia, tak berdaya, dan rapuh. Ada juga saat-saat di mana aku berpikir apakah semua ini ada akhirnya, adakah harapan untukku atau apakah aku hanya akan terus terjebak dalam lingkaran tak berujung ini.
Aku menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Ya Allah," bisikku lirih, "aku lelah. Aku tahu Engkau tidak pernah memberi ujian di luar batas kemampuan hamba-Mu, tapi aku mohon... kali ini, berikan aku sedikit ketenangan." Air mata perlahan mengalir tanpa bisa kutahan. Malam yang seharusnya penuh sukacita ini berubah menjadi refleksi mendalam tentang hidupku sendiri.
Dan malam tahun baru kali ini sedikit berbeda, bertepatan dengan malam Rajab. Menurut orang Bulan Rajab memiliki makna istimewa untuk sebagian orang, terutama umat Muslim. Rajab adalah salah satu dari empat bulan haram dalam Islam, yang dianggap suci dan penuh keberkahan. Bulan ini menjadi momentum untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, Rajab dianggap sebagai pintu menuju Ramadhan, bulan suci yang ditunggu-tunggu. Ya Allah apakah ini berlaku untukku juga???? apakah hamba boleh memohon untuk tahun ini semua berjalan dengan baik Aku berharap hari-hari ke depan tanpa terlalu banyak air mata yang menguras energi dan pikiran, tanpa rasa kecewa, marah yang menyesakkan.????
Aku membuka buku catatan yang selalu menemani setiap perjalananku di 2024. Halaman-halamannya penuh dengan tulisan tangan yang tak rapi, coretan yang menggambarkan kebingungan, harapan, dan doa-doaku sepanjang tahun ini. Aku mulai membaca halaman pertama dari awal tahun lalu:
"Hari
pertama tahun baru. Aku berharap tahun ini akan menjadi lebih baik. Semoga aku
bisa menghadapi semuanya dengan lebih kuat."
Aku tersenyum miris. Saat menulis itu, aku dipenuhi semangat untuk melawan segala rintangan. Namun, siapa sangka bahwa harapan itu akan diuji dengan begitu keras? Tahun ini aku kehilangan banyak hal,semua yang aku lakukan terasa sia-sia dan beberapa mimpi yang selama ini kupegang erat harus kulepaskan. Saat aku begitu penuh energi, semangat dan harapan mengerjakan segala sesuatu dengan baik tapi tiba-tiba aku kembali dihempaskan ke lorong gelap, sejenak membuat nafasku terasa berhenti, aku kehilangan harapan bahkan sampai aku takut untuk bermimpi atau berharap. Semua itu terasa seperti pukulan bertubi-tubi yang hampir menjatuhkanku. Dihajar habis-habisan oleh sebuah kenyataan. Ya Allah.... apakah pantas aku protes terhadap semua yang terjadi??? aku lelah, capek ingin menyerah. Apakah ini bentuk kasih sayang-MU kepadaku. Rasanya aku ingin berteriak. Meneriakkan kemarahanku, kekecewaanku, penyesalanku, kesedihanku entah kepada siapa???????.... terkadang aku merasa hidup tidak berpihak padaku. Ya...Allah hamba mohon ampun atas pikiran dan prasangkaku ini, jujur aku benar-benar lelah.
Tapi aku juga tahu, di balik setiap kesulitan, selalu ada pelajaran yang tersembunyi. Aku mengingat kembali momen-momen kecil yang memberiku secercah harapan di tengah kegelapan. Seperti ketika seorang teman lama yang tak pernah kuduga muncul kembali hanya untuk bertanya kabar dan mendengarkan ceritaku. Hal sesepele itupun sudah membuat aku Bahagia. Aku tidak merasa sendiri dan aku merasa punya sahabat. Aku merasa masih ada orang yang mengingatku.
Aku menutup buku catatan itu dan kembali menatap langit-langit kamar. Suara kembang api mulai terdengar dari kejauhan. Jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam. Satu jam lagi, tahun ini akan berakhir. Aku masih merasa berat meninggalkannya, seolah ada bagian dari diriku yang tertinggal di dalamnya. Tapi aku juga tahu bahwa waktu tidak akan berhenti hanya karena aku belum siap. Aku Kembali menatap sudut langit mencoba kembali mengingat perjalananku dari awal tahun dan di tahun ini juga, aku belajar memaafkan bukan hanya orang lain, tetapi juga diriku sendiri. Memaafkan kegagalan, menerima kekurangan, dan memahami bahwa aku adalah manusia yang terus belajar. Setiap kesalahan adalah pelajaran, dan setiap luka adalah pengingat bahwa aku masih hidup, masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri.
Aku juga merenungkan hubungan dengan orang-orang di sekitarku. Apakah aku sudah menjadi sahabat, saudara, atau orang tua yang baik? Apakah aku sudah cukup mendengarkan, memahami, dan mencintai mereka tanpa syarat? Ataukah aku masih terlalu sering terjebak dalam ego dan ambisi pribadi? Pertanyaan-pertanyaan ini menggema di dalam diriku, mengajak untuk terus berbenah.
Dengan berat hati, aku bangkit dari
tempat duduk dan berjalan ke arah jendela. Dari sana, aku bisa melihat langit mulai terlihat terang cahaya kembang api dan suara riuh orang yang mulai bersiap
merayakan pergantian tahun. kulihat disekeliling beberapa tetangga berkumpul terlihat bahagia, bercengkerama, dan
saling berbagi cerita. Aku hanya bisa mengamati dari kejauhan, merasa seperti
seorang penonton dalam film kehidupan orang lain.
"Apa pelajaran yang akan aku dapat tahun depan?" tanyaku dalam hati. Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang, membuat dadaku semakin sesak. Aku tahu hidup tidak akan pernah berhenti memberikan ujian. Tapi, apakah aku akan cukup kuat untuk melewati semuanya?
Aku menutup jendela dan kembali
duduk. Kali ini, aku mencoba menenangkan pikiranku dengan menuliskan beberapa
resolusi untuk tahun depan. Tidak perlu muluk-muluk, hanya hal-hal kecil yang
mungkin bisa membuatku merasa lebih baik:
- Belajar menerima diriku sendiri, dengan segala kekuranganku.
- Memberikan lebih banyak waktu untuk hal-hal yang membuatku bahagia.
- Menghargai setiap momen kecil, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan.
- Tidak terlalu keras pada diri sendiri saat gagal.
- Tetap berdoa dan percaya bahwa segala sesuatu terjadi untuk alasan yang baik.
Aku menatap daftar itu cukup lama, dada terasa sesak, air mata terus mengalir tapi aku mencoba meyakinkan diriku bahwa semuanya akan baik-baik saja. Mungkin, tahun depan tidak akan menjadi lebih mudah. Tapi, aku ingin percaya bahwa aku bisa menjadi lebih kuat. Karena pada akhirnya, hidup bukan tentang menghindari badai, tapi tentang belajar menari di tengah hujan dan badai.
Ketika
jarum jam mendekati jam dua belas, aku memejamkan mata suara detak jam terasa semakin keras menusuk dan memekakkan gendang telingaku, badanku terasa sedikit bergetar ada rasa nyeri dan pilu menyusup dalam hati Ya Allah sebegitu takutnya aku sampai suara detak jam terasa berpacu dengan detak jantungku yang semakin keras. ditambah dengan suara kembang api
semakin bergemuruh memenuhi udara malam. Aku mengambil napas dalam-dalam menenangkan diri dan berdoa sekali lagi, "Ya Allah, apapun yang terjadi di tahun depan, aku
mohon beri aku kekuatan untuk menjalaninya. Aku hanya ingin ketenangan, ya
Allah, meski hanya sekejap." Ya Allah kecemasan itu muncul kembali,
Aku pikir, aku sudah berhasil melawan rasa itu. Aku pernah berdamai dengan malam, menjadikannya teman yang setia dalam sunyi. Tapi malam ini berbeda. Suara detak jam dan bayangan itu kembali menganggu, perasaan tak nyaman yang entah dari mana datangnya. Aku merasakan waktu kembali melambat, dan suara detak jam itu muncul lagi, menggetarkan hatiku yang seharusnya sudah tenang.
Mungkin ini pertanda aku belum sepenuhnya lepas. Ada sesuatu yang masih mengendap di dalam, menunggu saat seperti ini untuk muncul lagi. Aku hanya bisa menarik napas panjang, mencoba mengingat pelajaran yang dulu membantuku keluar dari kegelapan ini. Tapi kali ini, aku tak ingin melawan. Aku hanya ingin menerima, memeluk malam yang kembali menguji, dan percaya bahwa ini hanya sementara. Detik-detik ini akan berlalu, seperti malam-malam sebelumnya.
Saat aku membuka mata, aku melihat secercah harapan yang perlahan mulai tumbuh di hatiku. Mungkin, ketenangan yang aku cari selama ini bukan sesuatu yang datang dari luar, melainkan sesuatu yang harus kutemukan di dalam diriku sendiri. Dan malam ini, aku berjanji pada diriku untuk mencoba menemukannya, sedikit demi sedikit.
Namun, aku juga menyadari sesuatu yang lain. Di titik terendah ini, aku merasa bahwa hijrahku, perjalanan yang seharusnya membawa kedamaian, justru membuatku merasa semakin terpuruk. Aku lelah selalu berusaha menjadi baik, seolah kebaikan itu hanya datang dari apa yang terlihat oleh orang lain. Aku ingin menjadi lebih baik, tapi bukan dengan cara yang membuatku kehilangan diriku sendiri. Aku hanya ingin jujur pada diriku dan tidak merasa terbebani oleh ekspektasi dunia. "Bolehkah, ya Allah," lirihku disela tangisanku memecah kesunyian malam, "kali ini aku berharap Engkau memberiku pelajaran yang baik, yang membahagiakan untukku dan anakku? Aku tahu hidup adalah tentang belajar, tapi aku mohon... jika Engkau berkenan, hamba mohon tahun ini lebih ringan. kuatkan tanpa harus selalu merasa hancur dan hilang harapan."
Aku terdiam sejenak, membiarkan doa itu menggema di dalam hati. Rasanya seperti melarikan diri dari kegelapan menuju cahaya kecil yang mulai menyala di kejauhan. Aku ingin percaya bahwa Allah mendengar setiap bisikan hatiku, bahkan ketika aku sendiri merasa tidak layak untuk memintanya.
"Apapun yang terjadi," lanjutku dalam hati, "aku tetap ingin berterima kasih atas semua perjalanan dan pelajaran ini. Aku tahu aku tidak selalu bersyukur, tapi aku sadar bahwa setiap momen, baik atau buruk, membentuk diriku menjadi seperti sekarang. Untuk itu, ya Allah, aku bersyukur."
Jam menunjukkan pukul dua belas tepat. Suara kembang api kini menjadi gemuruh yang memekakkan telinga. Aku menutup mata dan memeluk diriku sendiri, seolah ingin memberi kekuatan pada tubuh yang lelah ini. Dalam kegelapan, aku membayangkan wajah anakku yang sedang tidur lelap di kamar sebelah. Senyum kecilnya, tawa ringannya, semuanya adalah alasan mengapa aku masih berdiri hingga saat ini. "Untukmu, Nak," bisikku pelan, "aku akan mencoba lebih baik. Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi aku akan terus berusaha. Demi melihatmu bahagia, aku akan melangkah meskipun terasa berat."
Kehidupan sering kali mengajarkanku bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dalam bentuk yang besar. Kadang, ia tersembunyi di balik hal-hal sederhana: secangkir teh hangat di pagi hari, pelukan dari anakku, atau bahkan keberanian untuk menangis dan mengakui kelemahan diri. Mungkin, tahun ini, aku perlu lebih sering mengingat hal-hal itu.
Aku beranjak dari tempat duduk, berjalan menuju kamar anakku. Kulihat ia tidur dengan tenang, wajahnya damai tanpa beban. Aku tersenyum, merasa bahwa semua perjuanganku tidak sia-sia. Ia adalah alasan mengapa aku masih terus bertahan, meskipun sering kali merasa hampir menyerah. Entahlah anakku juga tidak pernah berkeinginan merayakan tahun baru, dia tertidur lelap tanpa ada keinginan untuk melihat riuhnya langit malam tahun baru dan tidak terusik sedikitpun dengan gegap gempita diluar. Sekali lagi aku tatap wajahnya, terima kasih nak selalu ada untukku.
Aku duduk Kembali kusandarkan tubuhku
di sofa kecil entah malam ini aku ingin lebih banyak berdoa dan memohon apakah
rasa cemas dan takut begitu menguasaiku hingga aku ingin terus memohon pada-MU
ya Allah. Izinkan hamba untuk memohon dan menghiba dalam doaku Ya Allah, Tuhan yang Maha Pengasih, Di
penghujung tahun ini, aku datang kepada-Mu dengan hati yang penuh rasa syukur. Terima kasih atas setiap nafas yang telah Kau berikan,
atas setiap langkah yang telah Kau bimbing, dan atas setiap pelajaran yang Kau
hadirkan, baik dalam kebahagiaan maupun kesulitan.
Ya
Allah, aku mohon ampun atas segala dosa dan kesalahan yang telah aku lakukan di
tahun ini. Jika ada hati yang telah aku sakiti, jika ada kewajiban yang belum
aku tunaikan, dan jika ada nikmat-Mu yang belum aku syukuri, ampunilah aku.
Bimbinglah aku untuk menjadi pribadi yang lebih baik di tahun mendatang.
Aku
juga bersyukur untuk semua anugerah yang telah Engkau limpahkan: kesehatan,
keluarga, sahabat, dan kesempatan untuk terus hidup dan belajar. Terima kasih
atas kekuatan yang Kau berikan saat aku hampir menyerah, dan atas cahaya
harapan yang selalu Kau nyalakan di tengah kegelapan.
Ya Allah, di tahun yang akan datang,
aku memohon kepada-Mu:
Berikanlah aku kebijaksanaan untuk
menjalani hidup dengan lebih bijak. Ajari aku untuk lebih bersyukur, lebih
sabar, dan lebih ikhlas dalam menghadapi segala hal.
Limpahkanlah kesehatan kepada diriku
dan orang-orang yang aku cintai. Jauhkanlah kami dari segala penyakit dan
musibah.
Tumbuhkanlah
cinta dan kasih sayang di antara kami. Jadikanlah keluarga kami tempat yang
penuh kedamaian dan kebahagiaan.
Berikanlah
aku kekuatan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan di masa lalu dan keberanian
untuk menghadapi masa depan.
Ya Allah, aku titipkan tahun depan
kepada-Mu. Apapun yang akan terjadi, aku yakin Engkau selalu punya rencana yang
terbaik. Jangan biarkan aku kehilangan keimanan dan harapan kepada-Mu.
Jadikanlah setiap langkahku sebagai jalan menuju ridha-Mu.
Tahun ini adalah cermin yang
memantulkan siapa diriku sebenarnya. Mungkin ada bagian yang belum sempurna,
tetapi aku bersyukur karena hidup adalah perjalanan yang terus berjalan. Di
balik setiap kegagalan, ada kesempatan untuk bangkit. Di balik setiap air mata,
ada kebijaksanaan yang menunggu untuk ditemukan.
Di penghujung tahun ini, aku
menyadari bahwa waktu adalah anugerah terbesar. Setiap detik yang berlalu
adalah kesempatan untuk mencintai, belajar, dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Semoga tahun depan menjadi tahun yang penuh berkah, di mana aku bisa menjadi
versi terbaik dari diriku sendiri, untuk diriku, untuk orang-orang yang aku
cintai, dan untuk dunia ini.
Amin.
0 Komentar